Senin, 20 Juni 2011

“Balada Anak Bungsu” Part 2 -- Ending

Cast: -----Anak Kesurupan--------
Ya kali ini aku usahakan semuanya berperan penting. Entah itu peran yang nyeleneh ato yang kebetulan dengan terpaksa nongol dengan cepatnya..^_^

Kita mulai ceritanya.........

PLETAKKK!!! Suara lemparan sandal cantik mendarat di kepala Ely, si Bungsu.
“Jangan ribut, ndul!” Seru Bagus yang barusan melempar sendal.
Sambil mengelus kepala indah berbekas memar merah menyala berbentuk bakpao. Dengan pelan Ia mencoba menjelaskan apa yang terjadi.
“WHAT THE???!!” Jerit Kang Bagus, Aa’ Hasan dan Cece Sung bersamaan.
Mungkin karena nggak tahan, Ely bangkit dari posisi duduknya dan mencoba mencari sesuatu untuk menyadarkan kakak-kakaknya. I know agak lebay memang tapi bayangkan aja mereka melengo dengan posisi mulutnya yang pada oval dengan mata melongo. Yupz, membuat Ely menampar dengan sepatu boot di depan rumah satu-satu agar semuanya jadi sadar.
“Sudah kami putuskan dek, kamu yang jadi babunya. Age budhalo kono!” Pekik Kang Bagus.
“Bah, mak ngono? Aku loh belum bilang setuju.”, ketidak terimaan Ely terlihat jelas.
Kasus kali ini mengangkat tema, anak ke berapa yang menjadi tumbal untuk pelunasan hutang Yuk Ijah. Karena secara kenyataan, hutang yang melebihi harga rumahnya tak akan bisa dilunasi dengan cepat. Yuk Ijah mungkin terlihat sakau dan frustasi gara-gara ini. Dia nggak akan pernah rela menyerahkan anak-anaknya yang lucunya amit-amit ini. Di rumah Tante Nody, Yuk Ijah khawatir kalau anaknya kenapa-kenapa di sana. Apalagi rumornya 99% orang-orang di sana menyebalkan, 1% nya itu Fitri, anak Tante Nody.
Kembali ke arah ruang tengah ketika Ely menangis dipelukkan Cece Sung, Aa’ Hasan dan Kang Bagus mulai merasa tega akan keegoisannya dan mulai mengetuk pintu kamar ibunya.
KNOCK....KNOCK!!
“Ibu pengen sendirian, sana dolan ae le!” Perintah Yuk Ijah dari dalam kamarnya.
Mendengar reaksi ibu, Aa’ Hasan menyaut, “Buk, kita semua tahu dan akan mengirim Ely ke rumah Tante Nody sekarang juga.”
“Apa? Jadi nggak apa-apa?” Tanya Yuk Ijah seraya membuka pintu dan melongok melihat Ely.
Dengan reaksi membahagiakan, Yuk Ijah mengelus kepala si bungsu, dan menciuminya berulang kali. Sesekali Yuk Ijah menyeka air mata bahagianya dan segera mengemasi barang-barang Ely keluar rumah.
“Huahaaaaahuuuuuuuuuuuuuuuu....hikzhikzhikz.”, Isak tangis Ely makin menjadi ketika Yuk Ijah dan sisa anak-anaknya melambai sambil membawa pom-pom berwarna merah. Bersorak gembira, seakan penderitaan akan segera berakhir. Sampai-sampai, bayangkan aja, mereka membikin piramid cheerleader dengan tulisan “Semangant Ely!” Hingga mereka hanya bisa melihat hembusan bayangan Ely mengecil di ujung jalan.
Kali ini semua tergantung akan dirinya, Ely hanya terus bisa berkata seperti dalam hatinya. Tak terduga, semuanya jadi menyedihkan bila Ely mengingat keluarga girangnya seperti itu. Jalan setapak makin terasa berat untuk ditatih. Malam itu gelap sih, tapi dengan sinar hatinya *Ehehm....keplak aku..!!* Mendadak ada orang jual Sego Liwet melintas di depan Ely yang shaydu.
“Eh, tuku sego kown?” Seru Yuk Lintang seakan berteriak.
“Bogh, sopo? Emoh lah. Wengi-wengi mangan ngonoan.”, jawab Ely ketus.
“Ojo ngono kown, tuku nggak?!” Ancam Yuk Lintang membuat Ely kalang kabut.
Bayangkan kali ini, dari arah gerobak flaminggo Yuk Lintang, muncul segerombolan anak buah garang-garang. Itu semua keluar dari dalam laci gerobak loh, ya jadi bayangkan saja adegan nggak masuk akal ini terjadi dari gerobak itu. *Mekso abizz.. Muncullah 3 ibu-ibu kekar yang siap menjarah harta Ely. Ada Tacik Fira, Bu Azmi dan Yuk Yanida siap menggilasnya. Tapi, kernyitan mata Ely sedikit menyilaukan mereka, secepat kilat selendang pusaka ‘ULAR PUTIH MELIUK’ keluar dari tasnya.
Mendadak formasi ibu-ibu tadi ancur kalang kabut karena silaunya. Mak semriwing ngono silaune wes. Namun hal itu berlangsung sebentar karena keburu Bu Azmi mengeluarkan Kapak Macan ‘313’ dari balik baju. Siap membelah dua Ely, Bu Azmi menggebu-gebu mengayunkan kapak 50kg itu. Tidak mau kalah, Tacik Fira mengeluarkan tombak saktinya ‘Wiro Sableng’ *nahloh?! ==a .
EITSSS......WEITSSS...CIAATTT
Selendang pusaka milik Ely memang sakti abiz, terbukti dari setiap serangan dari dua orang itu selalu berhasil tertangkis. Kalau kalian main din dong  permainan kungfu fighter yang biasanya ada di TimeZone atau Stinger. Ini karakter Ely itu kayak Sungoku-nya Dragon Ball. Karakter yang pake baju oren-oren tanpa rambut jabrik. Kalau si Azmi sih kayak karakter Aisyah-nya ‘Ayat-Ayat Cinta’ tapi masuk film Naruto, hmm....kayak Ninja bercadar dan memakai rok, ya mungkin seperti itu. Nah ini nih yang EPIC. *bentar aku terusin dulu ceritnya....
Karena perlawanan rekannya kurang nggereget, rekan Tag Team dari Grup ‘Sego Liwet’ Yuk Yanida langsung maju. Efek blower langsung menderu ketika tokoh ini masuk. Seperti karakter Piccolo di kartun Dragon Ball eh tapi nggak warna hijau nih kulitnya. Kekuatan tenaga dalam tersalurkan di kedua tangan Yanida. Lalu hitungan detik Jurus ‘Walang Nyembur’ pun keluar. Sinar ungu menjanda keluar dengan cepat dari ujung-ujung jari. Sigapnya Ely menangkis dengan ajian ‘Naga Terbang’, sinar kuning pun keluar. Nah, kalau di permainan din dong kungfu fighter. Sinar yang panjang dan beda warna itu sama-sama kuat. Jadi tingkat level nyawanya nggak ada yang mau kalah untuk rendah.
Kayak di film-film laga, para tokoh saking gemesnya untuk menang makin mengeluarkan segenap jiwa raga. *g yakin juga nih Ely bakal menang.. Secara ajaib, sinar ungu janda Yanida meredup dan berjayalah sinar kuning ‘Naga Terbang’ Ely. Musuh-musuhnya tersungkur jatuh ke tanah hingga senyum kemenangan terbesit indah di wajah Ely. Padahal nih, di belakangnya ada Nyai Karina yang membantu.
Ely mendadak kaget dan memeluk Nyai Karina dengan sumeh. Sesekali Nyai Karina mengelus jenggot putih palsunya sambil terkekeh. Melihat itu, lawan-lawannya tunggang langgang, lari terbirit-birit.
“Terima kasih, Nyai!” Tutur Ely bersyukur.
“Ya,...ya....wani piro?” *logat kayak iklan Djarum 76- heheheh guaje puoll.
“Saya berani untuk jadi murid nyai.”
“Wokeh, ayo sekarang gendhong saya sampai ke Gunung Kidul sana.”, Nyai menunjuk ke arah barat di mana gunung tidak berbentuk itu berada.
Hehehe, nggak yakin pisan si Ely bisa menggendong Nyai Karina. Tapi percayalah, anggap dia bisa menggendong dengan selamat sampai tujuan. Sesampainya di padepokan ‘ Kuda Jingkrak’ *loe kira ini padepokan punya Ferarri?? ==’ #keplak
“Sekarang kamu harus bersiap dan berlatih sebelum kamu ke rumah Tante Nody.”, saran Nyai serius.
Dengan sekali anggukan Ely mengiyakan dengan semangat juang 45. Siang malam ditempuh untuk menimba ilmu persilatan. Dibantu ajudan Nyai, si Maulana. Ilmu silat tapak badak pun dia kuasai sangat bagus. Hingga tak terasa waktunya pamit sudah di depan mata.
“Semangat, Ely kamu pasti bisa!!” Celoteh Maulana ketika melambaikan tangan mengantar kepergian Ely.
“Ya, semangat. Titip salam buat Cheisa dan Yanal ya kalau ketemu.”, ujar Afan menimpali dari balik gerbang.
Sambil mengacungkan jempol serta giginya yng bersinar. Ely melambaikan tangannya hingga semua bisa melihat Ely benar-benar pergi tanpa menyisakan bayangan lagi. Dengan sumringah, Ely melangakah dengan mantab menuju istana Tante Nody. Dari depan tampak dua dayang-dayang setia Tante Nody, Jeng Alifia dan Jeng Avrin muncul dari kejauhan. Memang benar-benar deh, Ely iki rai gedheg pisan euy. Santainya Ely, menyapa dan berniat meminta pisang gorang yang dibawa.
“Jeng, aku njaluk iku yo?” Menunjuk ke arah pisang.
“Sopo kowe?” Celetuk Jeng Alifia heran.
“Aku Ely, anake Yuk Ijah.”, uajr Ely bangga.
PERINGATAN : Adegan ini agak mendramatisir jadi perhatikan ilustrasinya baik-baik.
Wajah Jeng Alifia dan Jeng Avrin membelak kaget. Muka dan mata mereka terbelak kaget ketika nama ‘Ely’ itu disebut. Nampan yang berisi pisang goreng itu jatuh ke atas tanah. Ekspresi Jeng Avrin makin meluap-luap ketika kamera meng-shoot dengan zoom 30 kali.  tu maksudnya kayak di sinetron lebay klo salah satu karakternya ada yang marah atau kaget kayak Jeng Alifia dan Jeng Avrin. ==’
Nah, saiki macak preman mereka berdua. Dengan garangnya, Jeng Avrin mendorong Ely ke belakang hingga oleng. Merasa tak terima, Ely menghentakkan kakinya dan makin bertarung mimik wajah alias saling pelotot-pelototan.
“Mau ape loe!?” Gertak Ely di depan Jeng Avrin.
“Gara-gara hutang ibukmu iku, Nyonya Nody sakit. Ngertio le!” Balas Jeng Alifia menimpali.
“Iyo iki, enake iki diapakno arek iki?” Tanya Jeng Avrin lugas.
Dari arah gerbang yang tertutup itu, suara jedor....jedorr terdengar keras. Menghentikkan pertikaian nggak penting itu. Tatapan semua orang tertuju ke arah gerbang yang sekarang terbuka lebar. Tampak dari dalam ada sosok yang keluar dan menemui mereka bertiga.
“Hentikan semua, kamu, Ely, masuk!” Seru seseorang yang tak lain ada asisten Tante Nody, Ses Dea.
Sekali berbalik Ely menjulurkan lidahnya, tanda mengenyek 2 jeng-jeng tadi. Karena merasa dalam situasi mendukung. Ely dengan santai berjalan memasuki gerbang rumah itu. Memang, dari gerbangnya saja sudah besar apalagi rumahnya! Jujur baru pertama kali Ely ke rumahnya Fitri itu. Sebelumnya dia tidak pernah sama sekali karena selalu dicegah Fitri.
“Kamu tunggu di sini. Nanti Non Fitri ke sini juga. Haus nggak?!” Ucap Ses Dea tanpa ekspresi.
“Eh, nggak kok.”, jawab Ely sungkan.
Mendengar jawabannya Ses Dea berkata pada Dayang Almira, “Itu air bawa masuk lagi. Nggak usah dibawa kemari. Tamunya udah bawa sendiri.”
“Eh, tunggu aku nggak bawa botol kok, Ses.”
“Tapi kamu nggak haus toh? Jadi biar hemat airnya bawa ke dapur lagi.”
Setelah itu, Ses Dea masuk ke salah satu pintu di samping Ely. Dayang Almira yang tadi mau masuk ke dapur lagi buru-buru dicegah Ely. Mencoba mengambil gelas di atas nampan dan meminumnya. Almira hanya melongok kaget dan berusaha mencegahnya.
“Eh jangan, jangan nanti saya dimarahin!” Cegah Almira.
“Halah mek banyu thok ae loh, akeh nang Bedadung cak!” Jawabnya enteng.
Bersamaan, keluarlah Fitri dari balik pintu menyapa Ely. Merasa kangen dengan temannya yang satu itu, dan adegan teletubies dimulai  u know lah ngapain tuh si Fitri dan si Ely. Habis cipika cipiki. Dengan haru Fitri menjelaskan semuanya. Dari Tante Nody sakit, ingin tobat dan sebagainya. Fitri menjelaskan hingga tak terasa waktu terbuang panjang.
“Jadi intinya, hutang-hutang ibuku lunas?”
“Iya, aku yang jamin. Oke?”:p!”
“Jadi pulang nih aku?”
“Yo, age wes pulango. Wes mari kok. Ibukmu g nduwe utang maneh.”
“Beuh, mek ngene thok? Tak kiro aku arep diapakno ae iki wkwkwk Yo wes, Assalamuaalaikum. Cabut aku!”
Setelah kalimat itu, Ely bergegas pergi dan ingin segera pulang mengabarkan kabar gembira nan gempar. Dengan kekuatan ekstra maximum, Ely berlari menjemput bola. Namun betapa mirisnya, dari jauh rumah tampak terang benderang.
“AKU PULANG!!” Jerit Ely
Sontak seisi rumah jadi hening krik....krikkk.......
“Kok kamu pulang sih?” Tanya Aa’ Hasan kaget.
“Oh, nggak seneng nih. Padahal aku mau bilang sesuatu loh. Mana ibuk?”
Sambil menunjuk ke arah kamar ibunya, Cece Sung berkata, “Itu di sana.”
Lalu pelan-pelan Ely masuk ke kamar dan menemukan Yuk Ijah. Serta merta, pelukan teddy bear terjadi. Haru-biru menyelimuti ruangan itu. Jujur sebenarnya Yuk Ijah sangat bahagia, keluarganya bisa lengkap seperti sedia kala dengan adanya si bungsu. Lalu semua saudar-saudara bungsu masuk ke kamar ibu dan saling memeluk. Bayangkan Yuk Ijah dan anak-anaknya saling memeluk dan kahir cerita, percayalah. Semua seperti sedia kala, ancur seperti biasanya tapi tetap bahagia seperti biasa





INGAT INI HANYA FIKSI KHAYALAN ABSURD BELAKA!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar