Sabtu, 14 Mei 2011

Unpredictable You ----> Part 3 (END)

Finally....thanks
Sumpah aku iki nggak buakat tenan gawe romantis-romantisan
bagiku jenis cerita kayak gitu itu termasuk kamus laknatku fir...
gomen..
btw
sorry mekso
cz ya u know lah.........











ARGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Baru sadar aku akan teriakan itu. Buru-buru aku berbalik badan dan menutup kembali pintunya. Barusan aku hampir skot jantung. Nafasku terngah-engah saat aku sekilas tahu dengan apa yang dilakukan Key di kamarnya tadi.
“DASAR CABUL!!! NGAPAIN KAMU TADI??!!” Teriak Key lebih nyaring dari biasanya.
Aku hanya malu dengan yang barusan aku lakukan. Tadi itu..........Key serasa seperti ganti baju atau apalah. Setengah telanjang bukan?! Aigoo, aku malu sekali....Kenapa aku tadin tidak mengetuk dulu. Kubenturkan kepala ini ke tembok sebelah pintu kamar Key. Mereset tentang apa yang barusan aku lihat. Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan keluarlah Key dengan muka manyunnya.
“Kau tadi........ehemmmmmm.......barusan lihat apa.....?”
Kugelengkan kepala ini takut ia berbuat macam-macam padaku.
“Tidak, Key! Aku tak melihat apa-apa................”
Aku bersungguh-sungguh akan hal yang barusan aku ucapkan. Aku jujur dengan apa yang ada, mukaku mengatakan demikian. Kesannya, Key percaya dan mulai mengelus dadanya. Meninggalkanku tanpa bicara sepatah kata pun.
“Kau mau ke mana?”
“Ke cafe, aku rasa sepertinya kau tahu.......kau kan yang buka handphoneku.......Bye.”
“Heh....ehm...mianhae tapi soal yang barusan.....”
“Nanti saja, asal kau tahu............”
“Ya?”
“Kau buat hariku makin buruk.”, dan pergilah Key sendirian tanpa menegok ke arahku saat kita berbicara.
Oke, sangat menyesakkan kalimat yang tadi. Tapi aku sadar aku yang berulah dan makin membuat hariku juga makin buruk. Terima kasih atas semuanya. Kupikir tubuh ini perlu merestart ulang di kamar. Kejadian ini dan sebelumnya bikin otakku makin kacau. Aku tidak dapat berkonsentrasi belajar atau mengerjakan pr lagi. Yang kuingin hanya tidur da mencoba melupakannya.
Badan ini kubaringkan perlahan dan sekedar menoleh ke arah jam meja. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.20. Dia belum pulang ya? Kepalaku bergeser menjauhi jam itu. Kalau melihat jam, pikiran ini makin meracau ke arahnya. Tapi aku penasaran. Ehmm.......Cafe Starrie? Bukankah tempat itu hanya berjarak 9 blok dari sini. Karena terus merasa terusik dan tidak bisa tidur, kuputuskan untuk menyusul Key di sana. Mantel coklat yang tergantung di samping pintu kamar kuraih dengan cepat.
Hembusan angin makin menggila saat aku sudah di pinggir jalan. Musim ini, malam ini makin dingin saja. Harusnya juga, aku juga mengganti hotpants ini dengan celana lebih panjang. Huuu...menggigil kedinginan aku. Tapi.......apa urusanku soalnya sampai aku bela-bela untuk keluar? Aku berhenti, untuk kuurungkan niatku dan berbalik. Tapi sesuatu hal ada dalam otakku membekukan kedua kaki ini.
“Tapi aku bertanggung jawab soal sebelumnya.”, desahku seraya kuberbalik melanjutkan perjalanan ke Cafe Starrie.
Tempat remang-remang itu memang ramai sekali. Makin malam makin ramai. Terlihat banyak muda-mudi berkunjung sekedar menikmati suasan malam atau apalah, aku tidak peduli. Mataku terus berusaha mencari Key dan Nicole. Tentu makhluk macam apa yang mencari dari arah dekat sekali. Pohon di dekat cafe itu menjadi tempat bersemayam cukup nyaman saat itu.
“Di mana dia?” Kuterus mencari sosoknya, “ahhh.........itu dia!”
Yang terlihat, mereka masih duduk berdua, berhadapan ditemani dengan 2 cangkir kopi....uhm, mungkin teh. Arghhh, terserah aku tidak peduli. Mata Nicole mengelak dari pandangan sayu Key. Sesenggukan itu makin terlihat jelas dan akhirnya terbayar dengan tangisan Nicole. Tangan kanannya yang berbalut gelang putih metalik itu mengusap wajahnya yang basah karena air mata. Kenapa ia menangis? Itu yang menjadi pertanyaanku.
Lalu Key mulai berbicara serius tapi sayangnya aku hanya bisa membaca gerak mulutnya. Tak bisa sedikitpun telinga ini mencoba menguping. Eh, tapi seketika ia berhanti berbicara. Nicole bangkit dan pergi meninggalkan Key tanpa sepatah kata pun. Aku tercengang, bagaimana Key begitu setenang itu, sambil menyeruput apa yanga ada dalam gelasnya. Menyilangkan tangannya dan terus termangu.
Kulihat dari kejauhan, aku hanya bisa terpaku tidak bisa ke sana. Pikirku, pasti suasana hatinya sedang gundah. Melihat semua kejadian itu, kuputuskan untuk kembali ke rumah. Kuberlari dengan sepatu boot ini. Tapi sial bagiku. Rintik demi rintik hujan membasahi bumi.
“Wah, betapa sialnya aku, tak bawa payung juga.”
Kulihat sekeliling dan kutemukan tempat berteduh. Ada toko 24 jam yang buka, kumasuki saja. Kebetulan aku ingin makan sesuatu. Rak demi rak kujelajahi dan kutemukan mie ramen instan kesukaanku. Lumayan, sambil menunggu hujan reda, makan yang hangat-hangat dulu ahh..
“Eh, ini dan air panasnya jadi 10 won.”, kata kasir toko tersebut sambil tersenyum.
Kuserahkan uang pas dan langsung menuju meja tanpa kursi di seberangnya. Menyeruput kuah mie hangat itu dengan nikmatnya.
“Ahhh........enaknya!” Seruku bersamaan dengan lahapnya.
Udara makin dingin tapi bila ditemani dengan mie ini. Kujamin akan langsung hangat setelahnya. Tapi walaupun begitu, aku sedikit khawatir hujan di luar makin menggila.
CEKLIING.....
Bunyi bel pintu toko berbunyi tanda ada konsumen baru masuk. Derasnya suara hujan sekilas terdengar seiring terbukanya pintu tadi. Aku hanya mendengar suara bersinnya, seperti ahjussi yang kedinginan ia mencari minuman hangat. Sempat aku sekilas melihatnya, tapi tak tampak sosoknya. Tak kugubris, kulanjutkan saja acara makanku.
SLURRPPPP.....SLURRPPPPPPP dan habis sudah mieku
Wadah merah padam itu telah kosong isinya. Hanya tersisa sepasang sumpit kayu. Sesekali kuusap bibirku yang penuh bekas kuah mie. Aku mulai mengecap dan mencari sesuatu untuk diminum. Tempat mie itu aku buang dan berbalik. Aku terkaget, karena mukaku disodorkan sekaleng jus.
“Kyaaaa.......dasar! Aku kaget, KEY!!”
“Hehehe...tadi kau makan mie tidak mengajakku, tunggulah sebentar di sini, aku juga makan mie.”, ujarnya sambil menunjukkan mie ramen tapi beda merk.
Terpaksa aku menemani dengan jus pemberiannya. Jus jeruk ini nikmat sekali, apalagi gratis. Tegukan demi tegukan aku lakukan karena kehausan.
“Eh...ehm...kau ngapain di sini?”
Terhenti sejenak karena pertanyaan itu. Kuletakkan kaleng di depan dadaku dan menatapnya.
“Aku hanya ingin ramen.”, sesekali cengiranku terlihat beringasan.
Key melanjutkan makannya lagi dan aku pun terdiam. Sempat waktu, kupandangi kaleng minumanku dan meneguknya sekali.
“Apa kau pernah bayangkan jalan di depan itu banjir?”
“Nggak, kenapa?”
“Kalau banjir, apa yang akan kau lakukan untuk pulang?”
“Uhm, menunggu........”
“Bukan itu, setidaknya usaha apa yang akan kau lakukan.”
“Uhmmmm......membeli pelampung....pelampung.......nah yang itu?”
Aku menengok ke arah pelampung bebek berwarna hijau tergantung mencolok di sebelah kasir dan menunjuknya.
“Yakin? Itu? Apa kau tak mau berenang?”
Mendadak aku merasa tersinggung dan menyentaknya.
“Yaaaaa, kau ingin mengejekku hah? Iya aku tahu kau jago renang dan aku hanya bisa gaya bebek, puas kau?!”
Kaliamt itu kuucapkan sambil mengepak-ngepakkan tanganku layaknya bebek di sungai. Kwekkk...kwekkk....kweekk. Setelah itu aku tinggalkan Key yang berhasil membuat moodku jelek terhadapnya. Tapi Key mencegah dan menggenggam tangan kananku. Aku menoleh padanya dan memasang muka masam. Sekali kutatap, Key tampang seperti memohon dan berhasil. Ia menahanku dan meneruskan makannya lagi.
“Kau nggak tanya balik? Slurrupppp..slurrp!” Sahutnya sambil menyeruput mienya.
Enggan aku menjawab pertanyaannya, aku mengalihkan mukaku. Untung rambut panjang ini menutupi sebagian wajahku. Jadi tak tampak, bibirku komat-kamit menyumpahinya dengan sumpah serapah.
“Eh, jusmu tak aku habiskan?” Tanya Key.
Kujawab dengan gelengan kepalaku dan ia pun meminumnya tanpa basa-basi. Aku menoleh dan terbelak tak percaya akan ke-tidak sopanannya- dia.
“Kau nanti timbilan, mengambil kembali barang pemberian!” Seruku menasihatinya.
Tegukan terakhir ia hentikan dan selesai sambil ber-AH ria di depanku.
“Melihat mukamu saja, aku sudah timbilan, puas?”


*** Di depan muka toko, aku beridiri tepat di sebelah Key. Sesekali kugosokan kedua telapak tanganku untuk sekedar mencari kehangatan. Beda dengan Key, ia mengelus keningnya yang agak merah. Ya, dia barusan aku pukul karena ucapannya yang selalu kasar terhadapku. Rasakan itu! Rasakan kekuatan otot tanganku, wahai ‘tukang kunci’!
“Kau tadi ke sini dari cafe, pake apa? Sepertinya tadi kulihat payungmu ketinggalan di cafe.” Tanyaku mencoba menghilangkan kegaringan.
Key tak menjawab ia malah menoleh sontak ke arahku. Dia berhenti mengelus jidat kesayangannya.
“Kau mengikutiku? Bagaimana kau tahu kalau payungku ketinggalan?”
“Ah.....eh...erhmm....eh itu bukan......bukan itu maksudku.........”
“Oh, pantas...padahal kau jarang sekali ke toko, HANYA UNTUK BELI MIE!” Penekanan di kalimat terakhir membuatku cukup bergidik gelagapan.
Aku tak mau memandang matanya, aku takut berkata salah lagi. Bibir ini kupukul berulang kali. Tapi berhenti ketika Key menarik bahuku meutar tubuhku hingga aku hanya bisa melihat dirinya yang sepertinya marah.
MIANHAE

Soal di toko tadi, makin membuatku diam. Apalagi Key yang enggan menatap mataku. Dengan KTPku, aku meminjam payung toko. Kami memakai berdua dengan Key yang memegangi payung karena ........ya hujan masih belum reda.
“Soal tadi aku maafkan.....jangan begitu lagi.”
“Ne...mianhae..”
Percakapan ganjil selama melewati blok demi blok rumah. Aku sih diam saja, aku nggak mau dikatain cewek nggak tahu diri. Yang kutatap hanya jalanan aspal dengan kepala tertunduk. Tiba-tiba aku merasa air hujan mengguyur tubuhku dan aku pun melihat sekelilingku. Di samping maupun di depanku, tak kulihat sosok yang memegangi payung. Baru ketika aku menghadap belakang aku menemukannya. Mataku tak bisa melihat jelas karena guyuran hujan, tapi kuyakin kalau dia itu Key.
“KEY, payungnya bodoh!!” Teriakku dalam hujan.
Dia seakan tak mendekat atau apa, malah melepas payungnya berdiam diri membiarkan setiap butiran air yang jatuh membasahi bahunya, badannya, rambutnya dan semuanya. Dia berlari mendekat dan memelukku. Tak peduli, akan akibatnya. Badan hangat Key mendekapku, bisa kurasakan saat tangan kami saling bertautan. Awalnya aku terkejut, sesak nafas dibuatnya tapi semua runtuh saat tanganku mulai memegang punggungnya.
Semua berubah menjadi hangat, kami tak peduli akan sekeliling kami. Perlahan kepala ini menengadah ingin melihat wajahnya. Tidak sepenuhnya kelopak mata kami bisa melihat satu sama lain dengan jelas. Akan tetapi bisa aku rasakan bibir itu..........bibir terlembut yang pernah aku cium.




Di rumah.........
Aku nggak bisa berpikir jernih lagi, badanku demam disertai flu akut. Karena yang barusan saat hujan. Diperparah godaan setan, hingga aku mau saja ngelakuin ‘itu’ sama si tukang kunci. Ahh, hasilnya aku nggak masuk sekolah kelihatannya. Pasrah sudah dengan keadaan tubuhku yang terkapar di kasur. Badan demam ini mulai bergelayut tak tenang, sesuatu mengusikku. Diam-diam kusentuh bibir ini. Bibir yang barusan saja bersentuhan dengan bibirnya. Bibir siapa??!! Bibir KEY?? ANDWAE...apakah aku segila itu? Tunggu....tunggu....kalau aku sakit, apakah dia juga sakit?
Pintu kamar terbuka dan dengan leluasa aku melenggang menuruni tiap petak ubin menuju ke arah.......dapur mungkin? Setelah kutelusuri, benar juga. Kepala batok kelapa berwarna coklat itu kelihatan di daerah sofa dekat dapur. Pura-pura aku mengambil minuman hangat di termos, aku mulai mendekatinya. Tapi........kok hening? Biasanya dia reflek untuk menoleh atau apa ketika jarakku dengannya sudah semakin dekat. Ternyata Key tidur dengan pulasnya.
“Jiahhh....aku pikir ngapain....” kataku pelan.
Sesaat aku berniat langsung ke kamar dan tidur. Tapi kasihan juga sih, kalau dia sendirian tidur di sini. Ku coba bangunkan dulu saja.
Jempol kaki kananku kusenggol-senggolkan ke arah lututnya sambil berseru, “Hey, bangun....tidur di kamar sana!”
Tapi kok nggak ada respon? Wah, benar-benar nih orang. Aku malas sudah tapi masih ada rasa yang mengganjal. Tetap saja ia manusia biasa yang tidak tahan dingin. Aku coba ke arah kamar laundry dan kuambil selimut seadanya dan kututupi badan Key. Bersamaan dengan kututupi dirinya dengan selimut. Key menggeliyat dengan imutnya. Eh...........sejak kapan aku berpikit dia imut? Nggak mungkin ah.., yang imut itu hanya bulu hidungnya aja. Semakin lama aku menatap wajahnya yang sedang tidur, otakku makin nggak waras. Lebih baik aku tidur saja.







Hari demi hari sejak hari itu dan hari di mana aku sakit. Ehmmm, sepertinya semua berjalan sama. Yang beda, sejak hari itu, Key makin tidak mau berbicara denganku. Seakan ia melupakan semuanya. Jujur, saat hari itu juga, kau.............sulit mengatakannya. AHHH,,,,,BABO!! Okey, fine. Karena hari sialan itu, hari di mana kau bertindak sesukamu dan meninggalkan kesan aneh bagiku. Wait, bukan kesan aneh tapi kesan di mana kau memberikan harapan. Sampai sekarang pun aku tidak berani berkata apa-apa soal itu. Ya, mau tanya bagaimana kalau kau terus mendiamiku bodoh. Bukan maksud ke-GR-an tapi...tapi....tapi...sejak hari itu, semuanya berbeda.


“Eh, Key...kau sudah ngerjakan pr biologi? Aku boleh lihat?”
“Itu ambil sendiri.”, jawabnya sambil menunjuk buku biru di atas meja depan setelah itu, ia pergi entah ke mana.
Kau kira aku ini pohon beringin yang bisa kau acuhkan begitu saja. Nggak di sekolah, nggak di rumah, di mana-mana kau......Menyebalkan!!! Makin mengacuhkanku saja. Awas ya!! Huuuu....>0<
***Di sekolah..........


Seperti biasa, acara makan siang di sekolah itu tak bisa kulewatkan. Apalagi menu kali ini, ibu kantin menyiapkan sushi dan makanan jepang lainnya. Aku dan teman-temanku langsung mendatangi kantin segera. Mengambil nampan dan menunggu giliran agar dapat makanan pertama. Tiba-tiba ada sesuatu yang mengganggu pandanganku. Dari balik barisan, bisa kulihat Key ada di tempat air minum. Meminum sebanyak yang ia mau dari pancuran air itu, sesekali ia menyeka bibirnya ketika ia sudah cukup minum. Oke, saat itu aku termangu menatapnya. Tapi buru-buru aku alihkan pandangan ke arah temanku.
“Eh, kau ini kenapa Ni Sa-ahn?” Tanya temanku.
“Tidak apa-apa, lupakan.”, jawabku spontan.
Saat aku menaruh nampan itu di atas meja. Tanpa kusadari mata ini sedari tadi masih mencari sosok yang barusan. Di mana anak itu? Di meja sana, tak ada.......di sana tak ada.....terus di mana?
“Permisi, semua meja penuh, aku boleh duduk di sini, guys?”
Aku jawab,”Ya........eh........tentu.”
Belum selesai aku menutup mulutku, sosok itu langsung duduk di sebelahku sambil menaruh nampannya tepat di sebelah nampanku.
Teman-temanku keheranan, berbagai pose kaget dan heran bercampur menjadi satu. Seolah tak percaya, sejak kapan Key mau duduk di meja mereka. Boro-boro makan semeja dengan kami, pergi ke kantin saja jarang sekali. Palingan cuma melihat bayangan hidungnya saja, fansnya sudah bahagia setengah mati. Ehm...eh? jangan salah paham. Aku nggak termasuk di dalamnya ^^.....sejauh ini sih.

“Hoi, Key.....tumben makan di kantin?” Tanya Yeo Shin temanku.
“Oh, aku bosan makan kayak gembel di loteng sekolah, mending sama kalian dan...”, Key menjawab seraya sontak meraih punggungku untuk dirangkulnya, “pacarku, Ah Ni Sa.”
Mendengar hal yang barusan, gulungan onigiri aku semburkan kuat-kuat dari mulutku. Tersedak dibuatnya, hingga aku memukul-mukul dadaku sangat keras. Mencoba mengeluarkan makanan yang masih menyangkut di kerongkongan kering ini. Mi Ran, teman yang kebetulan duduk di depanku, menawarkan segelas jus padaku. Tak butuh waktu lama, langsung kuminum habis tak bersisa.
Mencoba rileks, aku mencoba mengatakan sesuatu, “ Pacar kakekmu, hah? Kapan kita pacaran? Pergi kau!”
Tanganku mulai mendorong tubuh Key untuk segera beranjak dari bangku kantin itu. Namun tetap saja, aku wanita yang tak cukup kuat mendorong tubuh laki-laki aneh di depanku. Bukannya dia pergi, ia malah memegangi sikut ini mencoba mengehentikan gertakanku.
“Eh, hentikan. Kan malu diliatin teman-temanmu ahhh.”
Reflekku langsung mendaratkan tamparan keras di pipi kiri Key. Aku tidak peduli apapun resikonya yang penting harus kulakukan.............harus. Tapi aku tak kuasa, tangan-tanganku melemas dan makin lemas ketika Key mendaratkan ciuman maut di pipiku. Setelah itu, ia terkekeh cukup lama dan pergi meninggalkan meja kantin.
Okeh, tadi.....barusan....anak itu ngapain? Memori dalam otakku serasa berhenti. Seperti di film Harry Potter, kan ada sosok dementor yang terkenal dengan ciuman mautnya. Nah, serasa seperti itu tapi bedanya aku tidak mati tapi makin bodoh.
“SSSSSUIIIITTTTT.....SSSSUUUUIIIIITTTT yang baru punya pacar!!! CIEE......AYO TRAKTIRAN!!!”
Teriakan teman-temanku memperkeruh suasana dalam keadaan aku masih shock berat. Bibirku masih tak mau bergerak dengan apa yang terjadi. Walau riuh teman-teman mengerubungiku dan menutupiku aku masih tak bisa menanggapi mereka. Sekali aku melihat nampan Key yang tertinggal. Hanya ada apel, kardus kosong susu sapi dan kotak makan berwarna biru. Eh ada tulisan kecil di bawahnya, ‘Bawa dan Buka’. Nanti saja aku lihat, sebelumnya aku harus menenangkan teman-temanku yang makin menggila. Membuat seisi kantin makin melihat ke arah kerumunanku.
“HEI.....HEI.....Hentikan, kalian semua membuatku malu tau!! Aku tidak pacaran!” Jeritku di tengah ‘suit-suit-an’ mereka. Eh, mereka makin membuatku merah padam. Tak ada jalan lain, aku harus keluar ke suatu tempat agar aku bisa menenangkan diri. Tak lupa diam-diam aku ambil kotak biru itu keluar dari sorakan teman-teman. Aku nggak bisa berpikir lagi, hanya kabur dan bersembunyi sebelum semua tahu akan pipi yang makin memerah ini
Toilet wanita adalah tempat persembunyian yang pas buatku. Aku masuk di salah satu bilik dan mengunci rapat bersamaan kotak biru kurangkul hangat di dadaku. Nafas panjang pun aku lakukan sebelum semuanya menjadi jelas dalam batinku. Closet di belakangku aku duduki dengan desahan keraguan. Tak cukup puas dengan keraguan ini, aku pun membuka kotak biru tadi. Isinya? Ehehmmm......tak ada yang spesial hanya boneka sebesar ibu jari yang lumayan sudah usang. Boneka berbentuk orang kerdil, seperti di film snow white. Tapi apa maksudnya?
Keluar dari kamar mandi, aku masih dikejutkan dengan tatapan tajam seorang gadis berambut sebahu yang lebih tinggi daripada aku. Tak usah menduga macam-macam, saliva dalam lidah langsung aku telan ketika tahu bila Nicole berdiri menatapku mentah-mentah.
“Kau dan Key..................hmm....selamat ya.”, dia berkata cukup pelan.
“Hah....?” Jawabku.
“Urghhh, itu kau dan Key pacaran, selamat!”
“Oh.............”, sejenak kugaruk jidatku dan terhenyak, “eh, bukan......aku tidak pacaran dengannya, kau salah paham.
Raut wajah Nicole mendadak kebingungan. Mungkin antara fakta dan gosip, ia masih tak bisa mengetahuinya. Kucoba yakinkan ia dengan raut wajahku sekali lagi.
“Tapi kata Key, kalian...........”, Nicole berkata dengan bimbang.
“Ah, jangan pikirkan bualan si tukang kunci itu, percaya padaku!” Jawabku tegas seraya menepuk bahu Nicole.
“Tapi.........Key mengatakan kalau dia tak mungkin pacaran dengan wanita lain selain yang dijodohkan dan aku pikir itu kamu.”
“Eh, aku saja masih nggak tahu Key itu oranganya gimana, apalagi dijodohkan.”
“Tapi sebenarnya ia menyukaimu.”
“Ahhhh, tidak mungkin....dia begitu dingin padaku. Tidak sepertimu.”
“Oh, kau tahu.....soal itu?”
“Ya...maaf, aku mengetahui diam-diam.”
Nicole kali ini menampakkan wajah sangat ramah padaku. Senyumnya mulai menghangat, terbesit rasa sungkan dalam hati. Mengingat kenapa aku dulu sangat minder di depannya.
“Ya, aku dulu menyukainya dan sebaliknya tapi kita masing-masing tidak tahan dan memiliki banyak perbedaan.”
“Lalu.........”
“Ya, kita putus, karena waktu itu hanya keisengan kami tapi aku sangat menyukainya sebelum Key tahu kalau dia dijodohkan.”
“Oh begitu.....”
“Ya begitulah...tunggu dulu, kata Key dia dijodohkan tapi dia menyukaimu. Apa bukan kau yang dijodohkan keluarga Key dengannya?”
“Hoh, bukan. Pertama aku yakinkan dia tak suka padaku, kedua keluarga Key dan aku tak saling kenal. Jadi semuanya tak mungkin.......tak mungkin terjadi.”
“Oh............kalau begitu aku akan kembali ke kelas dulu, bye!”
Aku anggukan kepala untuk mengijinkannya pergi dari toilet wanita. Dan sisanya aku sendirian menatap bayangan dalam kaca toilet. Memutar balikkan fakta itu sangat rumit. Apalagi dengan apa yang barusan Nicole bilang. Makin membuat dunia ini jadi gila saja. Lalu aku kembali ke kelas dengan pikiran tak macam-macam. Karena bisa berakibat fatal bila aku mengumbar apa yang masih menjadi beban pikiran ini. Mungkin di rumah saja aku bisa menanyakannya.
Dan ketika di rumah...............

Bagus, sekarang aku tak mendapatinya di manapun. Perasaan tadi pulang sekolah ia sempat makan. Tapi sekarang dia hilang entah ke mana. Ayunan taman belakang mungkin terlihat mengasyikkan. Sudah lama aku tak menenangkan diri di sana. Sekali ayun...dua ayun......wooooooo sangat mengasyikkan. Saat itu juga, aku mencoba mengingat-ingat lagi. Soal perjanjian................WOOOGHHHH!!!
BRUKKKK
“Iya, soal itu. Mungkin semua itu. Tapi katanya hanya di luar sekolah......makin bingung...awwww sakit juga.”, seruku sambil mengelus pantatku karena terjatuh dari ayunan.
Karena merasa kapok dengan ayunan tadi, aku putuskan untuk tidur saja di kamar. Aku nggak mau menyambungkan fakta antar fakta yang begitu rumit. Pusing dibuatnya....sudah....sudah...muak aku!!! Tunggu....sebelum itu aku harus makan. Jidupku harus tetap berlanjut.
Kulkas di rumah ini itu bagaikan oase, semua bisa ditemukan. Kadang-kadang kalau aku sering lupa. Buku prku yang bisa tergeletak di mana saja dengan mudah ditemukan di dalam kulkas rak bawah. Soal itu....Key yang biasa melakukaknnya. Lupakan soal itu, sekarang aku jadi bingung. Apa yang harus aku makan? Hanya ada telur, selada, tomat dan sayur lain. Membosankan kalau kenyataanya hanya itu saja yang bisa ditemukan di kulkas, misalnya di kulkas rumahmu.
TOGGKK.....
“AWWW.....Woooiii, Brengsek!!!” Jerit kesakitanku sambil berbalik mencari siapa orang yang berusan menimpuk kepalaku.
“Brengsek? Kau tidak berterima kasih sudah kubelikan makanan nih?” Kata orang itu yang tak lain adalah Key.
Bungkus makanan itu dilempar sekenanya ke arahku. Untuk aku dengan reflek menangkap itu. Setelah itu Key berbalik arah dan pergi meninggalkanku. Oke, aku cukup muak dengan semua sikap plin-plannya.. Tanya sekarang atau tidak selamanya. NOW OR NEVER.
“Hoi........kau, berhenti kau!”
“Wo? Aku?”
“Kau itu idiot ya? Mana ada orang selain kita di sini?”
“Apa? Kenapa?”
“Ehmm..........”, saat ini aku cukup gugup bersamaan Key berjalan ke arahku.
Key sepertinya terlihat serius dan mau diajak kompromi. Ini adalah salah satu peluangku untuk menanyainya. Berbagai macam pertanyaan sudah berada di ujung lidah, tinggal bagaimana aku mengucapkannya dengan benar.
“Kau........kau.........”
“Ya, ada apa denganku?”
“Kau pernah pacaran dengan Nicole ya?”
BODOH!! Pertanyaan macam apa itu barusan. Ingin kutarik ulur lidahku yang barusan tapi terlambat. Alis mata Key makin tajam ke samping.
“Jung Nicole? Ya, aku rasa kau sudah tahu karena kau menguping beberapa pembicaraan kami.”
Kugenggam bungkus makanan itu makin erat, “Maaf, aku tidak sengaja waktu itu.”
“Kau tuli? Aku kan sudah memaafkanmu.”
“Oh..........”
Dan sekarang suasana berubah canggung. Tangan Key yang sebelah kanan mulai menggaruk belakang telinganya seakan masih menunggu dengan pertanyaanku selanjutnya. Huhuhuhu..tak boleh disia-siakan.
“Uhmmm, Key..........”
“Uhmmm, Ni Sa........”
Apa ini? Dia barusan mau mengatakan sesuatu. Hingga ia berkata hampir bersamaan denganku.
“Kau duluan Key...”
“Kau dulu.....saja, ladies first.”
“Kau dulu, aku sudah terlalu banyak bicara.”
Dengan kalimat penegas yang barusan, Key setuju dengan gilirannya untuk bicara. Jangan lupa, percakapan ini masih bersetting di dapur dengan kondisi pintu kulkas masih terbuka serta aku masih di dalamnya. Jadi efek muka pucatku bukan dari ketegangan tapi dari kulkas T_T. Untungnya Key tidak menyadari.
“Soal perjanjian dan hutang budi. Aku bukan orang seperti itu. Dan maaf, saat membuat perjanjian itu. Aku hanya ingin mempermainkanmu dan Sungmin, kau tahu dia kan?”
“Ho’oh...ada apa dengannya?”
“Dia aku suruh untuk menggodamu, agar kau bisa langsung menyetuhui perjanjian bodoh itu.”
Harusnya aku marah saat itu tapi karena ekspresi Key yang saat menceritakan merasa bersalah, dan seperti biasa aku pun luluh di hadapannya.
“Kau tidak marah, Ni Sa?”
“Untuk apa? Aku bisa mengetahui kalau itu hanya bualanmu. Kelihatan cacatnya ketika kau saat bersama Nicole, rasanya perjanjian itu hanya leluconmu saja.”
Oke, sepertinya semua sudah terasa jelas. Aku tahu dibenak kalian. Pada adegan ini, cerita akan berasa memaksakan suasana cerita alur dari depannya. Lalu apa? Ya terima saja, ternyata semua berakhir begitu bersamaan dengan aku memberikan kotak biru berisi boneka kurcaci yang pernah kalian tahu.
Tubuh yang sudah cukup merasa dingin karena udara di dalam kulkas meninggalkan pintu kulkas dalam keadaan tertutup rapat. Menjinjing kantung pembungkus makanan dari Key aku beranjak untuk makan itu di dalam kamar.
“Ne...tunggu. Kau tidak ingat ini sama sekali?” Cegah Key meraih pergelangan tangan ini.
Kupalingkan wajaku sekali lagi dan memandangi boneka dekil itu. Sungguh aku beneran nggak ngerti maksudnya.
“Sorry, boneka jelek itu bukan punyaku.”, jawabku tak peduli.
Berusaha melepaskan pergelangan tanganku yang mulai memerah karenanya. Kupaksakan segala kemampuanku.
“Ini bonekamu yang kuhilangkan waktu umur 7 tahun. Masih nggak ingat?”
“Nggak, lepaskan tanganku.”
“Kamu nggak dijelaskan orang tuamu soal aku atau alasan kenapa aku bisa dengan mudah satu kost-kostan, satu kelas, satu sekolahan denganmu...? Sekali pun nggak pernah?”
“Nggak..kau tahu kenapa? Karena kamu itu orang paling nggak penting dari orang sok penting yang pernah hidup di dunia yang sudah garing gara-gara mata kamu juling.”
Setelah itu, dia akhirnya bisa melepaskan tangannya dariku. Huh, menjijikan. Makin membingungkan saja. Apa coba maskudnya selama ini dia melakukan itu padaku. Rasanya ada di dalam diriku, salah satu jiwaku ingin menangis dan berteriak kencang. Sekali lagi itu semua tertahan karena aku nggak sanggup melakukan itu di depannya. ‘Kenapa?’ Itu yang menjadi tanda tanya yang sangat besar terhadap diriku sendiri. SCREW YOUR SELF!!
Di kamar, baru semua aku curahkan. Aku menangis tapi aku nggak tahu aku harus menangis untuk apa. Suatu kemunafikan bila aku tak akui aku sudah terluka dengan perlakuan Key. Hidung merah ini mulai sesak akan atmosfir tentang dirinya dalam benakku. Melintas dalam pikiran, aku harus menelepon umma dan appa. Ingin rasanya pindah dari sini.
Handphone biru itu kubuka pelan dengan terisak-isak. Memencet tombolnya dengan hati-hati. Ketika nada sambung mulai terdengar kuletakkan tepat di telinga kiriku dan mulai berbicara.
“Umma.....ini Ni Sa-ahn, aku ingin pindah kost umma.”, suara tangisan masih agak terdengar dari kejauhan.
“Loh, kenapa? Bukannya ada Key yang menjagamu?”
“Dia brengsek umma!..hiksss....hiksss.....aku ingin pindah....ummmm.”
Belum selesai memanggil ummaku, handphoneku ditarik paksa dan dipatahkan dengan sengaja oleh Key. Spontan aku berteriak histeris sambil menangis tersedu-sedu di depannya. Mukaku merah padam, kali ini dalam artian sangat marah padanya.
“KYAAAAAAAAAA..........AKU BENCI PADAMU, BRENGSEK!”
Tanpa basa-basi Key langsung memelukku. Aku meronta, memukul sekujur badannya. Kepalan tangan ini tak berarti baginya. Ia malah memeluk makin erat seakan tak mau melepaskanku sebelum tenang.
“Aku terbiasa untuk menyukaimu seperti biasa dan mencintaimu lebih dari biasanya.”, bisikknya tepat di telingaku.
Badanku seakan terkena mantara sihir dari ucapannya barusan. Seketika dia melepaskan pelukannya dan menatapku dalam-dalam. Aku tak tahan, seakan dia mengulitiku sekali lagi dengan tatapan sayu itu.
PLAAKKKKK!!!
“Hentikan bualanmu itu, aku nggak akan pernah mau tertipu dengan jalan pikiranmu!”
Tamparan itu sungguh aku lakukan dengan dendam membabi buta. Lihat apa yang telah dia lakukan di kamarku. Merusak handphone dan seenaknya memeluk tubuhku ini.
Pandangannya yang tadi terlihat teduh sekarang terlihat garang dia mendorongku hingga di pojok tembok. Menyudutkan tubuhku hingga tak berkutik lagi.
“PERCAYA ATAU TIDAK, AKU MEMANG MENYUKAIMU!” Teriaknya membulatkan mataku, “BAHKAN AKU SUDAH MENCINTAIMU!!”
Aku terdiam atas nafasnya yang terngengah-engah di depanku. Memang jarak kami hanya berkisar hitungan centi tapi bukan hangat yang biasanya di adegan-adegan rasakan tapi rasa dingin akan kehampaan di antara kami itulah yang terasa. Aku dan dia merasa bersalah satu sama lain dan aku tahan. Kupegang pinggangya pelan lalu kulingkarkan pergelangan tanganku di sekitar punggungnya. Nafasku kueratkan bersamaan dengan bergesernya posisiku untuk keluar dari pojokan itu. Jangan ditanya, aku masih hanyut di dalam isakku.
“Jadi...............apa maksudnya?”
“Kau itu cinta pertamaku, saat umur 7 tahun saat kau berikan boneka ini.”
“Lalu?”
“Lalu ya, aku pikir kita tak akan pernah ketemu, sampai kubaru tahu kalau aku harus disekolahkan satu sekolah denganmu.”
“Kau masih menyukaiku saat dan selama itu? Nicole........”
“Ya aku masih menyukaimu dan juga menyukainya. Sebelum aku bisa satu kost-kostan denganmu.”
“Soal perjodohan kata Nicole..???”
“Soal itu, kau yang tak tahu. Tapi keluargaku dan keluargamu yang merencenakannya dari kita kecil. Bibi....maksudku ibumu tahu bila aku sudah menyukaimu sejak dulu. Jadi beliau ingin memberikan kesempatan dirimu untuk menyukaiku.”
Butuh waktu untuk mencerna omongannya. Membuat tubuh ini lunglai merelakan kasur untuk kududuki. Berharap semuanya jelas, kutatap dalam-dalam wajah Key sekali lagi. Meyakinkan semua oragan ini tak pindah dari tempatnya. Semua ini masih kenyataan kan?
“Kita dijodohkan? Sejak kapan?”
“Sejak kita pertama bertemu dan itu saat aku aku mendapatkan boneka ini darimu.”
“Emang aku suka kurcaci ya dulu?”
“Ya dan kau berharap menjadi snow whitenya...” Key mencoba menjelaskan sekali lagi sampai aku tak sadar dia sudah duduk di sebelahku.
Degup jantung berdebar kencang....la..la..la..la..la..la..la..la.. semuanya jadi begitu aneh dan aku masih tak mengerti akan perasaanku. Pejamkan matamu dan coba kau rasakan sendiri Ni Sa. Apakah ini yang kau rasa? Kenapa semua begitu mendebarkan? Di dekat Key.........
Aku suka dia. Aku menampik argumen buruknya di hatiku. Terbiasa akan setiap kehadirannya telah mengubah persepsiku tentangnya. Kubuka mataku dengan senyuman dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya dan melarikan diri. Kutak tahu apa reaksinya, yang penting kita tahu bila kita saling mencintai.


Key’s POV

Pipiku, dia tadi menciumku, menyentuh pipiku ya? Tingkahku mungkin kekanakan tapi aku senang dia tidak membenciku. Aku senang sekali! Kuberteriak sekencang mungkin di kamarnya. Menjatuhkan kepalaku di atas bantal putih miliknya dan berguling-guling ria. Mumpung dia tadi lari ke luar, aku akan telepon umma dan appa.
“Umma, anak bibi Ahn sudah tahu semuanya. Benar-benar menyenangkan bukan?”
“Apa? Benarkah? Wah, berarti perjodohan ini sukses.....kyaaaaaaaaaaaa.....”
“...................................umma jangan teriak. Nanti aku kabari lagi. Sudah dulu.”
Setelah kututp handphone ini, selanjutnya apa yang harus aku lakukan? Oh ya, tadi ke mana si Ni Sa itu pergi? Aigoo ==’ Aku harus bergegas mencarinya, kalau-kalau terjadi apa-apa padanya. DI rumah sepertinya tidak ada, mungkin di luar tapi di mana?

“Mencariku?...Ayo Key ke marilah. Ikut aku sebentar!” Seru Ni Sa dari ujung gerbang.
“Hey kau tunggu.........”, ujarku seraya melempar senyum padanya yang kucintai selama ini.

Aku berlari mengejarnya. Ya kalau kalian susah membayangkan adegan ini, bayangkan saja seperti adegan kejar-kejaran ala film apapun......bollywood juga boleh....walaupun agak norak tapi kalau yang kukejar itu Ni Sa itu semua tak masalah. Antara daerah rumah kami memang tak jauh dari jalan pintas menuju taman kota. Ya ampun, memang ini rasanya keberuntungan atas dewa cupid memihak kami. Argggggghhhhh........aku tak pernah berpikir senorak ini tapi. Saat kami berdua berhenti dan saling menatap tanpa ragu. Semua bunga-bunga di taman itu sangat indah dari biasanya.
Aku tersenyum padanya sekali lagi tapi kali ini aku mendekat ke arahnya. Kami yang berada di bawah pohon tak merasa takut akan apapun. Setelah semua dilalui dan diketahui dengan jelas. Tak perlu khawatir soal kejatuhan macam-macam. Karena aku akan menjagamu, Ni Sa. Sambil kuelus kepalanya aku tersenyum padanya dan dia juga tersenyum balik.
Tak perlu takut akan udara dingin, karena aku akan selalu menghangatkan dengan pelukanku. Kurangkul dengan segenap hati dan Ni Sa pun demikian. Aku tak tahu tapi aku tak ingin ini cepat berlalu. Aigoo, aku tahu kalian ketika membaca adegan ini kalian agak ilfeel. Terserah apa kata kalian tapi.......... cinta itu pasti membutuhkan sesuatu yang norak untuk dinikmati. Ehmmmm.........okeh, kalimat yang tadi aku nggak ngerti maksudnya tapi. Kali ini aku cukup bahagia bersamanya.
“Awwww..........sakit!!”
“Waeyo??”
“Kau terlalu erat memelukku!”
“Hoh?? Benarkah? Baiklah aku akan biasa saja. Daisuki desu!”
“Dai...suki...suki.....suki desu!!”



Ehemmmmmmmmmmmmm....................................................aku gaje? Emang
Bikin ini rasane pengen mual thok fir. Aku nggak bakat romantis. Susah bikin romantis komedi pake bahasa baku. Sorry......baru post. Baru sembuh dan baru buka komputer ^+^ peace fier ^^V

Tidak ada komentar:

Posting Komentar